Marcus memasuki rumahnya dengan
wajah lelah. Seharian ini ia dipaksa berpikir keras untuk menemukan inovasi
baru bagi perusahaannya. Marcus yang belum lama menggantikan posisi ayahnya di
perusahaan sebagai Presiden Direktur, baru menyadari bahwa ternyata tanggung
jawab yang ia pegang benar-benar besar. Sedikit saja bawahannya melakukan
kesalahan, Marcus adalah orang pertama yang harus bertanggung jawab.
Marcus
menyusuri rumahnya untuk mencari Samantha, istrinya. Dan ia menemukan istrinya
tersebut didapur, sedang berkutat dengan masakannya.
“Sammy. . .” sapa
Marcus kepada istrinya.
“Eo !!” Samantha kaget dan langsung berbalik, ia menemukan
Marcus dengan pakaian kerjanya.
“Hei, kau sudah pulang, kenapa belum mandi dan mengganti
pakaianmu? Makan malamnya sudah siap,” lanjut Samantha mendekati prianya sambil
tersenyum.
“Sam, aku lelah
sekali, ternyata menjadi seorang PresDir tidak semudah yang aku bayangkan,”
rengek Marcus manja kepda istrinya.
“Sejak kapan suamiku menjadi orang yang mudah mengeluh seperti
ini eo?” tanya Samantha sambil melepas dasi Marcus.
“Tapi ini benar-benar melelahkan jika kau tahu,” lanjut Marcus
lalu merengkuh pinggang Samantha dan memeluknya, menghirup feromon yang menguar
dari tubuh istrinya, Samantha diam saja, membiarkan suaminya melepaskan sedikit
beban pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
“Sudah, lebih baik kau mandi dulu ya? Setelah itu kembali
kesini dan kita akan makan malam bersama,” putus Samantha yang membuat Marcus
mengerucutkan bibirnya.
“aku masih ingin memelukmu, Sam. . ” rengek Marcus manja.
“kau sudah 25 tahun, Marcus, jangan kekanakan seperti ini,
cepat mandi sana !!” Samantha membalikkan tubuh suaminya dan mendorongnya
menuju kamar, menyuruh suaminya yang manja itu untuk segera membersihkan
dirinya.
“Mandikan aku,” ucap Marcus dengan wajah tak berdosanya.
“Kau ingin sendok ini melayang bebas menuju kepalamu, hah?!”
jawab Samantha galak sambil mengacungkan sebuah sendok.
“Aish. . . Kau lebih seperti monster daripada istriku, Sam,” ujar Marcus santai sambil berjalan
menuju kamar.
“Aww!! Yak!!” tiba-tiba Marcus berteriak, semua masalah
bersumber pada Samantha yang kini memasang wajah polosnya, ia baru saja
melemparkan sendok stanless steel ke
kepala Marcus.
****
Setengah jam
berlalu dan Marcus telah selesai bertegur sapa
dengan alat-alat mandinya, ia keluar dari kamar dengan menggunakan
celana training panjang dan kaos
putih polos yang membuatnya terlihat lebih santai.
“Sam, aku sudah
selesai, ayo kita makan” ajak Marcus kepada istrinya yang sedang membuatkan teh
hangat untuknya.
“Oh, baiklah tehnya juga sudah jadi, ini minum dulu agar
badanmu hangat,” balas Samantha sambil menyodorkan secangkir teh kepada Marcus
yang duduk dihadapannya, Marcus menerimanya dengan senyum seperti bocah berumur
lima tahun. Mereka berdua makan dalam diam, hanya ada suara dentingan antara
sendok dengan piringnya.
“Sam, bagaimana
kuliahmu hari ini?” tanya Marcus yang mulai penasaran dengan perjalanan
pendidikan istrinya hari ini.
“Biasa saja” jawab Samantha singkat, “tidak ada hal yang
benar-benar menarik perhatianku hari ini, sampai aku berharap waktu akan
berjalan dengan cepat dan malam akan segera datang” lanjut Samantha.
“Mm? Kenapa?” tanya Marcus merasa lebih penasaran.
“Karna aku akan bertemu denganmu, memasak makanan untukmu,
menyambutmu pulang dari kantor, melepaskan dasimu, dan meladeni sifat manjamu
terasa lebih menyenangkan dari pada aku harus bertemu dengan dosen-dosen yang
hanya menyediakan tugas untuk mahasiswanya yang jumlahnya benar-benar tidak
manusiawi,” jawab Samantha panjang lebar, Marcus mendengarkannya dengan
seksama, tersenyum ditengah kalimat panjang istrinya, lalu wajah jailnya
tercetak jelas.
“Sebegitu berharganya kah aku sampai-sampai kau terlihat
begitu bosan saat menceritakan tentang dosen-dosenmu itu? Eishh . . . aku
merasa menjadi pria yang paling special
saat ini,” ucap Marcus narsis ditambah dengan ekspresi yang tidak bisa
dijabrkan, antara sombong, lucu, dan bahagia semuanya menjadi satu.
“Astaga ! Tuhan, apa salahku sampai memiliki suami yang
tingkat percaya dirinya sudah overload?”
tanya Samantha dengan nada sarkastik.
“Ck! seharusnya kau bersyukur memiliki suami setampan aku, aku
juga pintar, bahkan saat ini aku sudah menjadi Presiden Direktur diusiaku yang
masih 25 tahun,” sanggah Marcus bangga.
“Sudahlah, kau hanya akan meninggikan dirimu sendiri dengan
tumpukan rasa percaya dirimu itu, sini piringmu, aku akan mencucinya dahulu,
kau kekamar dan tidurlah! Hus hus!!” Samantha mengusir Marcus dari ruang makan,
sekaligus mengakhiri percakapan yang akan membuat telinganya panas jika
mendengar Marcus menceritakan kelebihan yang dimilikinya itu lebih lama lagi.
“Dan ingat saat aku kembali kekamar nanti, aku tidak mau
melihatmu duduk di sofa dengan setumpuk pekerjaanmu itu, kau terlalu sering
lembur, itu tidak baik bagi kesehatanmu, mengerti?!” tambah Samantha dengan
nada suruhan yang sangat kentara.
“Aku ini PresDir Sam,
aku harus memberi contoh yang baik pada semua bawahanku. . .” jawab Marcus
pelan.
Samantha menatap Marcus jengah,
ia melangkahkan kaki mendekati prianya itu, setelah sampai dihadapan Marcus
yang masih duduk di kursi makan, Samantha memegang kedua pipi Marcus, mendongakkan
paksa kepala Marcus lalu berkata,
“justru karna kau adalah seorang PresDir seharusnya kau bisa
membagi waktumu dengan baik, jika kau bisa memimpin bawahanmu yang jumlahnya
tidak sedikit, tetapi kau tidak bisa memimpin dirimu sendiri, itu tidak
berguna, Marcus, jadi kumohon aku hanya ingin kau beristirahat, ya?” pinta
Samantha dengan nada rendah.
“Baiklah nona manis, tapi kau harus secepatnya mencuci piring
itu. . .” rengek Marcus lagi.
“Emm, aku akan segera kembali kekamar setelah selesai mencuci
piring, sudah sana tidur !!” suruh Samantha kepada Marcus. Marcus beranjak dari
kursinya menuju kamar, sedangkan Samantha mulai membereskan meja makan dan
mencuci semua piring kotor. Penunjuk waktu menunjukkan pukul setengah sembilan
ketika Samantha menyelesaikan pekerjaannya didapur.
Samantha
beranjak menuju ruang tamu untuk mematikan lampu, lalu menuju kamar mereka
–Marcus dan Samantha- untuk menyusul Marcus. Saat Samantha tiba dikamar, ia
mendapati Marcus yang membungkus tubuhnya dengan selimut putih tebal hingga
sebatas bahu sambil memeluk sebuah guling besar dengan sangat protektif. Mata
Marcus terpejam, Samantha pikir Marcus sudah benar-benar tertidur.
Samantha
melepaskan ikatan rambutnya dan ikut berbaring disamping Marcus. Menarik
selimut yang masih tersisa yang dipakai oleh Marcus, lalu mematikan lampu
dinakas samping tempat tidurnya. Samantha memandangi atap kamarnya yang
terlihat samar karena lampu diatas nakasnya sudah padam. Tiba-tiba Samantha
merasakan ranjangnya bergerak, Marcus bereaksi, Marcus membuang gulingnya
kebawah kakinya sambil terkikik, menatap Samantha dengan wajah bocahnya, ia
mengedipkan matanya kearah Samantha beberapa kali.
“apa?” tanya Samantha, merasakan ada aura aneh disekitar tubuh
suaminya itu.
“Tidak, hanya ingin memandangi wajahmu saja, kau tahu? kau
benar-benar cantik, hihihi,” puji Marcus yang diakhiri dengan kekehan lucunya.
“Kau selalu mengatakannya sebelum aku tidur, Marcus, aku bosan
mendengarnya,” jawab Samantha sambil memiringkan tubuhnya menghadap Marcus.
“Yah, kau akhirnya sadar aku selalu mengatakannya setiap
malam, setidaknya kau menjawabnya dengan ‘suamiku
juga bebar-benar tampan’ atau ‘kau
adalah pria paling tampan yang pernah kutemui’ bukannya mengatakan kau bosan mendengarnya,”
jawab Marcus dengan nada menuntut dan bibir mengerucut.
“Tunggu-tunggu, apa jangan-jangan maksud dari perkataanmu yang
memujiku setiap malam dengan mengatakan bahwa aku cantik, adalah agar aku
membalasnya dengan perkataan bahwa kau tampan, begitu?” tanya Samanta merasa
ada yang aneh dengan kalimat Marcus sebelumnya.
“Yah, itu salah satunya, tapi jujur kau sangat cantik, Sam. . .” puji Marcus lagi.
“Baiklah, aku juga mengakui, bahwa kau juga Sangat tampan,
suamiku. . .” jawab Samantha sambil ikut tertawa bersama Marcus. Mereka
bercanda sebentar sampai akhirnya Samantha memustuskan untuk tidur.
Samantha
bergulum kedalam pelukan prianya, merasa bahwa pelukan Marcus adalah tempat
paling nyaman didunia ini. Selain itu, Samantha juga bisa menghirup aroma tubuh
Marcus sepuasnya, Marcus balas memeluk istrinya dengan erat, takut bahwa esok
pagi saat ia bangun, ia tak mendapati istrinya dipelukannya lagi. Mereka
menikmati pelukan hangat masing-masing. Beberapa menit setelahnya, Marcus
merasakan nafas teratur Samantha didadanya. Marcus tersenyum sekilas dan mencium
kening istrinya kemudian berbisik,
“Good
Night, My Vitamin. . .” ---
********
IT'S THE FIRST !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar